Sunday, August 15, 2010

Mengumpat = Memuji Diri Sendiri = Sifat Ketuhanan Dalam Diri ?


Aku masih terus lagi membaca kitab Taubat, Sabar dan Syukur (TSnS) dari Imam Ghazali..
Tak khatam2.. Sekarang aku lebihkan kepada bab sabar.. Kerana aku masih merasakan diri aku ini masih belum cukup kekuatan dalam bersabar.. Masih sedikit perasaan seorang "hamba" kepadaNya.. Oleh sebab itu, aku mencuba, dan masih mencuba untukmerendahkan hati walaupun terkadang jiwa aku tersasar ke sana ke mari jauh dari jalan yang pasti.. Dan aku berdoa supaya aku tidak berputus asa dalam mencari destinasi yang mulia.. Di sini ingin aku kongsikan beberapa kerat ayat dari dalam kitab TSnS untuk menjadi modal pemanas otak dan muhasabah diri kita.

m/s : 168
Maksiat itu adalah sejalan benar dengan kehendak hawanafsu. Sabar dan maksiat, yang terberat adalah jika maksiat itu telah terjalin dengan adat. Jika demikian maka bagaikan timbul dua bala tentera syaitan menghadapi bala tentera Allah Ta'ala, maka sulitlah dorongan agama untuk bisa menang.

Kemudian jika perbuatan itu sudah biasa dilakukan, maka akan lebih sulit lagi bagi nafsu untuk bisa bersabar. Seperti bersabar dari maksiat lisan dalam membicarakan orang lain, berdusta, memuji diri karena pamer, pelbagai macam kelakar yang menyinggung perasaan orang lain, (aku la ni..) dan beberapa kalimat yang dimaksudkan untuk menghina orang lain dan sebagainya.

Tentang membicarakan dan mencela orang-orang yang sudah meninggal, baik dalam ilmu, riwayat hidup atau kedudukan mereka, maka pada lahirnya hal itu adalah seperti mengumpat orang lain, tapi pada batinnya adalah memuji diri sendiri.

Bagi seseorang itu ada dua syahwat, yaitu mengaktifkan orang lain dan melebihkan dirinya sendiri. Dengan begitu sempurnalah sifat ketuhanan pada tabiatnya, yang samasekali berlawanan dengan hal menghamba seperti yang diperintahkan Tuhan.

Oleh kerana berkumpulnya dua syahwat inilah, dan juga karena mudahnya lidah bergoyang dan apalagi hal itu telah menjadi kebiasaan dalam percakapan sehari-hari, maka sulitlah untuk bersabar atarnya. Dan inilah kerusakan terbesar yang sulit dikikis dari hati seseorang, sebab seringnya diulang-ulang dan umumnya dikerjakan orang.

Al-Baqarah : 264.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir."

No comments: