Sunday, May 10, 2009

Kisah Islami - Mengasihi Orang Berdosa

Masih segar dalam ingatan kaum muslimin tatkala Rasulullah bersabda, "Aku bermimpi dalam tidur memegang segelas susu. Kuminum hampir habis susu itu sampai rasa kenyang menyelusup di kuku-kukuku.Lalu sisanya kuberikan kepada Umar bin Khaththab." Waktu seorang sahabat bertanya, "Apa takwilnya, ya Rasulullah?"
Nabi menjawab, "Ilmu."

Nyatanya, semasa memegang jabatan khalifah, Umar bin Khaththab tersohor kekerasan dan kegalakannya. Akan tetapi, ilmunya menerangi semua sikap hidupnya, sehingga, dalam memutuskan suatu perkara, yang dipedomaninya adalah kecerdasan pemikirannya, bukan sentuhan perasaannya. Selaku penguasa ia tidak terpengaruh oleh kemarahannya,kesedihannya, atau kepentingan pribadi dan keluarganya. Ia pernah berkata, "Membatalkan hukuman dengan diam-diam, bagiku lebih baik daripada melaksanakan hukuman dengan diam-diam."

Sebab, membatalkan hukuman biasanya dilandasi oleh kebijaksanaan dan ampunan, sedangkan menjatuhkan hukuman bisa lantaran benci dan balas dendam. Apalagi jika dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Seorang ayah pada suatu saat datang kepada Umar dan mengadu, "Anak perempuanku, wahai Amirul Mukminin, pernah terjerumus kedalam dosa besar. Ia patah hati, lantas mengambil pisau dan mengerat lehernya sendiri. Untung aku mengetahuinya. Anak itu kuselamatkan, lukanya kurawat dengan cermat hingga segar-bugar kembali."

Umar merungut. "Hem, mujur anak engkau itu. Bunuh diri adalah tanda kekufuran. Ia harus bertaubat." Ayah itu menjawab, "Memang itulah yang dikerjakannya sesudah itu. Ia menyesal, dan bertobat dengan sungguh-sungguh. Sekarang ia dipinang seorang pemuda untuk jadi istrinya.Apakah dosa itu harus kuceritakan kepada calon suaminya, wahai Amirul Mukminin?" Umar bertitah lantang, "Apakah engkau bermaksud membongkar aib yang sengaja telah ditutupi oleh Allah takdir-Nya? Demi Allah,seandainya kaulakukan hal itu, akan kuhukum engkau sedemikian rupa didepan masyarakat sehingga menjadi contoh pahit bagi yang lain. Tidak,jangan kau ungkap kembali cacat yang sudah terhapus itu. Nikahkanlah putri engkau sebagaiamana layaknya seorang perempuan terhormat dan Muslimat yang taat."

Mungkin itulah yang dinamakan kearifan, tumbuh dari rohani yang bersih dan adil. Umar tidak segan-segan menceritakan kesalahannya pada hakim, dan meminta algojo mencambuknya sesuai dengan besar kecil kesalahan yang dilakukannya. Di punggungnya membekas bekas2 cemeti itu, tanpa sekelumit pun Umar menampilkan kuasanya sebagai khalifah untuk diberi keringanan.

Namun, Umar tidak ingin cacat orang lain dibeber-beberkan. Sebab,terhadap orang bersalah, yang diharapkan adalah memperbaiki, bukan memerosakkannya ke dalam kejahatan yang lebih besar. Kepada mereka yang telah selesai menjalani masa hukumannya, seharusnya masyarakat memberi kesempatan untuk menebus dosanya dimasa lalu,bukan mengucilkannya sehingga terpaksa mereka terperangkap ke dalam keburukan kembali.

Seorang lelaki seraya terngah-engah datang menghadap Umar. Mukanya merah padam dan suaranya menggelegar manakala ia bercerita, "Wahai,Amirul Mukminin. Saya melihat dengan mata kepala sendiri pemuda Fulan dan pemudi Fulanah berpelukan dengan mesra di belakang pohon kurma."

Laki-laki itu berharap Umar akan memanggil kedua asyik masyuk itu dan memerintahkan algojo supaya menderanya dengan cemeti.Ternyata tidak. Umar mencengkeram leher baju laki-laki itu. Sambil memukulnya dengan gagang pedang, Umar mengherdik, "Kenapa engkau tidak menutupi kejelekan mereka dan berusaha agar mereka bertobat?Tidakkah engkau ingat akan sabda Rasulullah, 'Siapa yang menutupi aib saudaranya, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat'."

Dalam nalar Umar, bila kedua muda-mudi itu dipermalukan di tengah orang ramai, boleh jadi mereka akan nekat lantaran tidak tahu kemana hendak menyembunyikan diri. Bukanlah bubu maksiat yang lebih parah akan mengurung mereka dalam nista berketerusan?

Pada kali yang lain, seorang Muslim diseret ke hadapannya kerana mengerjakan suatu dosa yang patut menerima hukuman cambuk. Tiga orang saksi mata telah mengemukakan pernyataan yang membuktikan kesalahan lelaki Muslim itu. Tinggal seorang lagi yang merupakan penentuan,apakah hukuman dera harus dijatuhkan atau diurungkan.

Ketika saksi keempat itu diajukan, Umar berkata, "Aku menunggu seorang hamba beriman yang semoga Allah tidak akan mengungkapkan kejelekan sesama Muslim dengan kesaksiannya."

Dengan lega saksi keempat itu menyatakan, "Saya tidak melihat suatu kesalahan yang menyebabkan lelaki itu wajib dihukum cambuk."

Umar pun menarik nafas lega.

credits to = serikasih.blogspot.com

No comments: